Responsive image

Persoalan-Persoalan Daya Saing

Adhamaski | Opini | Monday, 08 September 2014

World Economic Forum baru saja merilis laporan berjudul”The Global Competitivenes Report 2014-2015”.  Hasilnya mungkin cukup baik untuk Indonesia. Setelah tahun lalu berada pada peringkat ke-38 dari 144 negara, Indonesia telah naik empat peringkat ke posisi ke-34. 

Akan tetapi, persoalan tidak berhenti ketika peringkat Indonesia menjadi lebih baik. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Terutama dalam mengejar ketertinggalan dengan negara-negara. Sebagai contoh, dengan potensi ekonomi terbesar di kawasan ASEAN, Indonesia masih berada dibawah Singapura (peringkat 2), Malaysia (20), dan Thailand (31). Bahkan dilihat dari percepatannya, negara seperti Thailand dan Fipilina, terlihat lebih serius dalam meningkatkan daya saing yang bahkan naik 6 dan 7 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Salah satu faktor yang perlu di apresiasi dari meningkatnya peringkat daya saing Indonesia ini ialah semakin effisiennya birokrasi di Indonesia. Bila pada laporan 2012-2013 dan 2013-2014 ketidakefisienan birokrasi di Indonesia masih menjadi perosalan utama yang menghambat praktik bisnis di Indonesia, pada laporan baru 2014-2015, persoalan ketidakefisienan birokrasi pemerintahan justru mengalami perbaikan dibanding dua tahun sebelumnya. Bila pada dua tahun sebelumnya berturut-turut bernilai 15.4 dan 15, pada tahun ini nilainya menurun drastis menjadi 8.3 (red: semakin menurun, semakin tidak menjadi masalah). Perbaikan pada birokrasi pemerintah ini harus terus didukung dan dipantau oleh segenap masyarakat. Terlebih perbaikan birokrasi adalah salah satu cita-cita dan amanat reformasi yang harus terus dijaga dan dikawal bersama-sama.

Perbaikan pada birokrasi sayangnya diikuti dengan memburuknya akses terhadap keuangan dan pengendalian inflasi. Keduanya menjadi masalah baru dalam melakukan bisnis di Indonesia. Terutama pada permasalahan akses terhadap keuangan. Tentunya hal ini sangat disayangkan mengingat telah berdirinya Otortias Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2013 lalu. Sebagai lembaga yang baru berdiri, adalah tantangan besar bagi OJK untuk membuktikan eksistensinya dengan memperluas dan mempermudah akses masyarakat ke lembaga keuangan.

Persoalan lain yang semakin tajam ialah persoalan pengendalian inflasi. Setelah inflasi mencapai 8.4% pada tahun lalu, sampai hari ini bank Indonesia terus mempertahankan BI Rate yang cukup tinggi sejak bulan Juli 2013. Memang tak mudah bagi Bank Indonesia untuk menurunkan BI Rate ditengah masa transisi kepemimpinan dan ketidakpastian global. Terlebih, dalam membaca arah ekonomi dunia, belum ada tanda-tanda kemana arah The Fed (bank sentral Amerika Serikat) pada tahun ini. Ditambah lagi, kebijakan mempertahankan suku buka rendah belum banyak mencapai hasil karena sampai juli 2014, tingkat pengangguran di Amerika Serikat masih berada pada posisi 6.2%.

Dalam rangka mengendalikan inflasi, usaha pengendalian inflasi tidak bisa terus menerus diserahkan pada Bank Indonesia. Perlu adanya upaya dari Pemerintah untuk mengimbangi upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi. Hal ini dikarenakan persoalan inflasi di Indonesia lebih banyak disebab oleh faktor-faktor non-moneter. Sehingga penyelesaiannya tidak bisa diserahkan pada otoritas moneter semata. Penting bagi Pemerintah untuk mengimbangi jerih payah Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi, seperti pengendalian harga komoditas pangan dan komoditas lainnya yang seringkali memicu inflasi (seperti BBM, tarif dasar listrik, dsb).

Dari pelbagai persoalan tersebut, persoalan yang masih terus mengiris hati segenap anak bangsa ialah persoalan korupsi yang masih menjadi persoalan utama daya saing dan masih mengakar di bumi pertiwi ini. Persoalan korupsi masih menjadi faktor utama permasalahan menjalankan bisnis di Indonesia. Praktik-praktik korupsi, pengutan liar, dll yang terjadi dalam tata cara administrasi, perizinan, pemilu, dsb harus diberantas secara terstruktur, sistematis dan bahkan masif. Persoalan korupsi juga tidak hanya dapat disandarkan pada penguatan kelembagaan KPK semata, tetapi perlu komitmen nasional yang kuat untuk mengatasi persoalan korupsi. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK memang baik, tapi alangkah lebih indah bila pemberantasan korupsi dilakukan pula oleh seluruh lembaga pemerintah, swasta, dan segenap masyarakat Indonesia.

Selama tanggung jawab pemberantasan korupsi bukan menjadi tanggung jawab nasional, selama itu pulalah korupsi masih sulit diberantas dari negeri ini dan selama itu pulalah bangsa Indonesia tidak pernah dapat menjadi bangsa yang besar.