Responsive image

Musim Semi 2021

| Article | Monday, 18 January 2021

Hari-hari belakangan, dapur industri mulai mengepul. Aktivitas ekonomi di kedai-kedai kecil, mulai menggeliat. Namun, semuanya masih terbatas. Di sisi lain, penerapan protokol kesehatan tetap menjadi prasyarat wajib untuk membendung klaster baru Covid-19.  Tahun 2020 tentu dicatat sebagai tahun kelam. Sebuah tahun penuh ketidakpastian. Hites Ahir et.al (2020) mencatat, hingga kuartal III 2020, pandemi Covid-19 adalah puncak ketidakpastian, di samping isu global lain: perang dagang, pemilu Amerika Serikat, dan Brexit. Kendati demikian, gerak cepat pengambil kebijakan di berbagai negara mengatasi Covid-19 memberi asa perbaikan pada 2021. Berbagai negara berlomba mendorong penemuan vaksin. Dengan begitu, semua seolah bersepakat, 2021 dianggap tahun pemulihan. Maka itu, demi menjemput tahun pemulihan, secara domestik Indonesia mesti jeli melihat aspek yang menjadi pendorong utama. Kejelian dan ketelitian membaca, baik struktur ekonomi maupun potensi sektoral, menjadi kunci sukses pemulihan ekonomi.   

Struktur ekonomi

Semua mafhum, struktur ekonomi Indonesia didominasi konsumsi rumah tangga. Kontribusinya mencapai 57 persen. Dari 57 persen tersebut, 24 persen di antaranya adalah konsumsi makanan dan minuman selain restoran. Tren konsumsi makanan dan minuman selain restoran pun, cukup menentukan pergerakan konsumsi rumah tangga. Sampai kuartal III 2020, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih terkontraksi 4,04 persen. Meski angka tersebut membaik dari -5,52 persen pada kuartal II 2020, tidak menghilangkan warta peringatan koreksi atas optimisme pemulihan ekonomi 2021. Sebab, kontraksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2020, masih cukup dalam. Sementara itu, jika melihat distribusi pengeluaran penduduk Indonesia, sebetulnya konsumen paling dominan dan memiliki pengaruh besar mendorong pemulihan konsumsi rumah tangga adalah 40 persen kelompok menengah dan 20 persen teratas. Kontribusinya per Maret 2020, mencapai 82 persen. Praktis, porsi pengeluaran 40 persen kelompok terbawah hanya 18 persen dari total pengeluaran penduduk Indonesia. Membaca data distribusi pengeluaran berdasarkan kelompok tersebut, didapati satu hal penting, yakni perlunya mendorong konsumsi kelompok pengeluaran menengah dan teratas. Tentu saja dengan struktur pengeluaran seperti itu, konsumsi kelompok terbawah tidak cukup signifikan mendorong pemulihan ekonomi. Dengan begitu, guna mendorong pemulihan ekonomi domestik, menjadi urgen untuk memulihkan kepercayaan konsumen menengah atas. Kuncinya, keberhasilan mengatasi pandemi. Tak hanya vaksinasi, tapi juga penertiban penerapan protokol kesehatan di ruang publik. Termasuk, memaksimalkan pelacakan dan tes secara aktif. Sebab, tes yang dilakukan di Indonesia, lebih cocok disebut passive test: orang merasakan gejala lantas melakukan tes. Bukan karena program yang mengharuskan semua penduduk melakukan tes usap. Terlepas dari itu, akses terhadap vaksin dan kesiapan lembaga, baik di pusat maupun daerah, harus diatur dengan saksama. Begitu vaksinasi dimulai, daerah harus menyambut dengan kesiapan infrastruktur dan sumber daya mumpuni agar vaksinasi lancar.

Sektoral   

Dari sisi lapangan usaha, seyogianya pemerintah teliti melihat potensi sektoral, mana yang masih tumbuh positif dan memiliki kesempatan berkembang pesat pada 2021. Sektor-sektor yang mampu tumbuh positif dan memiliki daya ungkit besar, mesti dimaksimalkan dengan strategi implementatif dan kredibel di tingkat makro, meso, dan mikro.   Pertama, sektor pertanian. Selain memiliki serapan tenaga kerja tertinggi, 38 juta jiwa dan menyumbang 13 persen terhadap PDB Indonesia, sektor pertanian yang dikembangkan di perdesaan, tidak banyak terimbas langsung pandemi. Sejak pagebluk menyebar per Maret 2020, pertumbuhan sektor pertanian tetap positif. Per kuartal III 2020 bahkan tumbuh 2,15 persen. Kedua, membaca peluang investasi sektoral yang kemungkinan menguat pascapandemi. Satu di antaranya adalah industri farmasi. Sepanjang Januari-September 2020, PMA dan PMDN industri farmasi tumbuh signifikan di level 61,2 persen secara tahunan. Tentu, ini sinyal positif bagi pemulihan ekonomi dari sisi sektoral. Signifikansi pertumbuhan investasi tersebut sejalan dengan positifnya pertumbuhan penjualan neto pada periode sama di tiga perusahaan farmasi. Yakni, Sido Muncul (6 persen), Kalbe Farma (1,6 persen), dan Kimia Farma (2,4 persen). Potensi ini perlu didukung birokrasi yang kredibel dan cetak biru peta industri farmasi yang jelas. Akhirnya, pada 2021, kita mengharapkan kehadiran musim semi selepas badai salju pekat dengan ketidakpastian tak terperi. Sungguh pun begitu, benarlah adanya, musim semi tidak akan datang dengan sendirinya. Ia hanya akan datang jika kita sigap dan tepat dalam implementasi dan pilihan kebijakan, tentu setelah kepayahan selama hampir satu tahun terakhir.