Responsive image

Jaga Pertumbuhan, Stimulus Dipercepat

Investor Daily | Feature | Friday, 20 December 2019

Pemerintah akan mempercepat pelaksanaan sejumlah program dan pemberian stimulus ekonomi pada awal tahun 2020. Langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5%, bahkan mencapai level yang ditetapkan dalam APBN 2020 yaitu 5,3%. Di antara program yang akan dipercepat itu adalah penyaluran Dana Desa yang tahun depan ditargetkan Rp 72 triliun, sedangkan stimulus yang dipercepat adalah pembayaran restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Hal tersebut dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada kesempatan terpisah, pekan lalu. Airlangga mengatakan, sejumlah upaya akan dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong laju perekonomian di tengah perlambatan ekonomi global. Pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi sejak awal tahun 2020. “Kami harapkan penganggaran, tender pengadaan barang, dan Dana Desa akan diberlakukan secara front loading,” ucap Airlangga ketika memberikan keynote speech pada acara pemberian penghargaan Tokoh Finansial Indonesia 2019 di Balai Kartini Jakarta, pekan lalu.  Ia mengatakan, percepatan penyaluran Dana Desa ini dimaksudkan untuk penguatan perekonomian daerah yang diharapkan akan berdampak positif bagi peningkatan ekonomi nasional. Langkah ini juga diharapkan akan menjaga daya beli masyarakat, sebab konsumsi masih menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Pemerintah optimistis, percepatan penyaluran Dana Desa akan menjaga daya beli masyarakat sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami mendorong kebijakan front loading anggaran agar kepercayaan pasar domestik semakin kuat,” jelas Airlangga. Senada dengan Airlangga, Suahasil juga mengatakan, pemerintah terus mencari cara untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional bertahan di atas 5%, di tengah perlambatan ekonomi dunia yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara. Salah satu cara itu adalah dengan mempercepat pembayaran restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk memastikan uang di dunia usaha tidak tertahan dan bisa diinvestasikan. “Pembayaran restitusi pajak akan dipercepat agar cash flow pengusaha tidak terkena tekanan karena pemerintah sangat memahami, kondisi global sedang berat,” ujar Suahasil. Ia menambahkan, untuk melaksanakan rencana itu, cara berpikir (mindset) pun harus diubah, baik dari pihak pemerintah maupun dunia usaha.

Ia mengatakan, kelompok dunia usaha yang dapat diverifikasi kepatuhannya, jika minta restitusi PPN akan langsung dibayar tanpa proses audit terlebih dahulu. “Namun, semua bukti harus disimpan dengan baik,” ujar Suahasil. Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga menyediakan berbagai fasilitas insentif pajak. Ia mengharapkan para pengusaha dapat memaksimalkan fasilitas ini. Sebab, uang yang dihasilkan dari insentif pajak atau juga disebut sebagai belanja pajak ditujukan untuk mendorong investasi yang nantinya akan mendukung per tumbuhan ekonomi yang sempat turun. “Kita turun, tapi kita punya daya tahan dan kita akan berusaha tetap membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di atas 5%,” ujar Suahasil. Ia menjelaskan, sumber utama pertumbuhan Indonesia saat ini adalah konsumsi dalam negeri, investasi, dan pengeluaran pemerintah. “Dalam kondisi seperti saat ini, APBN harus hadir perannya untuk menstabilkan perekonomian,” kata Suahasil.

Direktur Pembiayaan dan Transfer Nondana Perimbangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adriyanto menyatakan, sampai saat ini pihaknya masih menyusun kebijakan percepatan penyaluran Dana Desa. Penyaluran dana desa diharapkan akan mendorong penguatan pertumbuhan ekonomi domestik. Percepatan diharapkan tidak hanya berdampak pada penyerapan dana belanja, tetapi juga terhadap kesejehteraan masyarakat. Dalam APBN 2020, pemerintah telah menganggarkan Dana Desa sebesar Rp 72 triliun, lebih tinggi dari tahun ini sebesar Rp 70 triliun. “Oleh karena itu, desain kebijakan penyaluran Dana Desa harus bisa juga memastikan kemampuan desa menggunakannya secara tepat,” ucap Adriyanto ketika dihubungi Investor Daily, akhir pekan lalu. 

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, dengan dipercepatnya penyaluran Dana Desa, pemerintah harus memperhatikan pendampingan dan pengawasan secara bersamaan. “Pemerintah harus memiliki kapasitas yang kuat dalam pengelolaan dan pengganggaran. Dengan integritas pengelolaan yang kuat, desa dapat menjadi elemen penting untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi,” ucap Robert. Untuk menjadikan Dana Desa sebagai stimulan ekonomi, maka perbaikan tata kelola harus dilakukan, misalnya lewat penguatan kelembagaan ekonomi seperti badan usaha milik desa (BUMDes) dan koperasi. Upaya tersebut dimulai dari saat menyusun rencana kerja pemerintahan (RKP) desa sampai pelaksanaan APBD Desa. ”Dari perencanaan sampai penggunaan, anggaran harus mencerminkan poisisi Dana Desa atau APBD desa secara umum sebagai instrumen fiskal untuk menstimulasi kapitalisasi potensi lokal desa dan berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan,” ucap Robert. Ia mengatakan, sejauh ini kemampuan mayoritas desa dalam mengelola anggaran masih relatif rendah. Ia menilai, baru desa-desa di Pulau Jawa dan Sumatera yang siap mengelola Dana Desa. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam pemahaman pengelolaan keuangan yang baik. Sekjen Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi mengatakan, langkah percepatan penyaluran dana desa sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, yakni Januari harus sudah mulai cair.

Selama ini, pencairan selama Januari mencapai 20% namun ke depan harus ditingkatkan. “Nanti kami ubah menjadi pada tahapan pertama dan kedua 40%, dan ketiga 20%. Saat ini polanya tahap I sebesar 20%, tahap II dan III baru 40%,” ujar dia saat dihubungi Investor Daily. Dia menjelaskan, Dana Desa harus digunakan untuk orientasi sistem padat karya, sehingga dapat menyerap tenaga kerja di desa secara signifikan. Untuk memastikan agar desa memanfaatkan Dana Desa secara produktif, maka pemerintah pusat akan berkoordinasi dengan kementerian- kementerian terkait untuk segera menyelesaikan persoalan-persoalan administratifnya. “Contohnya untuk penyaluran harus ada peraturan bupati atau walikota terkait besaran alokasi Dana Desa. Ini yang terus kami komunikasikan untuk melihat sejauh mana kabupaten sudah siap secara administrasi,” ujar dia. Sebelumnya, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan, Dana Desa tahap II hingga November 2019 sudah disalurkan sebesar Rp 52 triliun dari total Rp 70 triliun anggaran Dana Desa. Berdasarkan data Kemendagri, Dana Desa diberikan kepada 74.953 desa dalam tiga tahap. Tahap I sebanyak 20% disalurkan paling cepat pada Januari atau paling lambat minggu ketiga Juni. Kemudian tahap II sebesar 40% paling cepat disalurkan Maret atau paling lambat minggu keempat Juni dan tahap ketiga 40% paling cepat Juli dan paling lambat Desember. 

Yusuf Rendy Manilet, Peneliti di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. Yusuf Rendy Manilet, Peneliti di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. Dihubungi terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, percepatan penyaluran Dana Desa dapat berdampak positif terhadap pertumuhan ekonomi, terutama menjaga daya beli masyarakat. Efektivitas percepatan penyaluran Dana Desa hanya dapat dilihat jika perangkat desa mempunyai program yang jelas, terukur, dan selaras dengan peraturan pemerintah pusat. Tapi faktanya, kata Yusuf, masih banyak penyimpangan penggunaan Dana Desa yang tidak sesuai peruntukan dalam lima tahun terakhir. Adapun terkait efektivitas percepatam pembayaran restitusi PPN, Yusuf menilai langkah itu tidak akan memberikan dampak signifikan dalam menstimulus kegiatan ekonomi. “Kenyataannya tidak seperti itu,” ujar dia. Dia mencontohkan restitusi PPN sektor manufaktur yang hingga kini belum berdampak terhadap pertumbuhan PDB sektor manufaktur. Bahkan pertumbuhan sektor manufaktur pada kuartal I, II, dan III-2019 masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama 2018.

Sedangkan ekonom DDTC Fiscal Research Denny Vissaro mengatakan, percepatan restitusi PPN seharusnya sudah dilakukan sejak lama. Dia melihat dilihat proses restitusi di Indonesia masih sekitar 4 sampai 6 bulan. Padahal negara lain maksimum satu bulan. “Pemerintah harus memberikan kepastian waktu kapan restitusi bisa diberikan oleh pemerintah,” ucap Denny. Menurut dia, pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan fiskal mulai dari penurunan tarif sampai memberikan berbagai insentif. Tetapi poin penting yang harus dilakukan selanjutnya adalah memberikan insentif dalam bentuk administrasi. Dalam hal ini, lanjut dia, pemerintah harus bisa memberikan kepastian kepada wajib pajak bahwa mereka yang patuh tidak akan mengalami pemeriksaan. Selama ini, wajib pajak patuh masih mendapatkan perlakuan yang sama dengan wajib pajak yang tidak patuh. “Ketika memberikan rasa keadilan dan kepastian terhadap wajib pajak, maka ini menjadi insentif yang lebih berpengaruh kepada investasi,” ucap Denny.


Sumber: Investor Daily