Responsive image

Merajut Peluang Industri Tekstil

| Article | Monday, 05 March 2018

Baru-baru ini pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri Industri No 1 tahun 2018.  salah satu isi peraturan ini ialah memberikan insentif potongan Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar 30% selama enam tahun atau 5% per tahunnya untuk berbagai macam industri manufaktur. Salah satunya industri yang mendapatkan insentif ini ialah industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Pemberian insentif merupakan angin segar bagi industri TPT menengok kinerja industri ini yang dalam lima tahun terakhir tidak begitu mengembirakan. Ekspor produk industri TPT megalami tren penurunan. Rata-rata pertumbuhan ekspor selama periode 2011-2016 hanya mencapai 1%, bahkan pada Juni 2017 industri ini tumbuh minus 27% dibandingkan periode yang sama tahun 2016.

Penurunan ekspor produk TPT Indonesia tidak terlepas dari semakin kompetitifnya produk tekstil dari negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh. Kedua negara ini dapat berkompetisi di pasar internasional karena harga produk yang lebih murah. Untuk produk tekstil yang diekspor ke Amerika Serikat misalnya baik Vietnam maupun Bangladesh mendapat fasilitas sistem preferensi umum atau GSP. Dengan fasilitas ini kedua negara mendapatkan pembebasan bea masuk untuk setiap produk tekstil yang masuk Amerika Serikat.

Hal ini akhirnya berpengaruh kepada Indonesia yang menjadikan Amerika Serikat sebagai salah satu negara utama tujuan ekspor produk TPT. Disisi lain, pasar domestik yang diharapkan dapat mengatrol pertumbuhan industri ini harus dihadapkan pada belum membaiknya daya beli di dalam negeri.

Kombinasi kedua kondisi diatas akhirnya bermuara pada perlambatan kinerja pertumbuhan industri TPT. Pada tahun 2011 industri ini tumbuh hingga 6% tapi pada akhir tahun 2016 pertumbuhan industri ini merosot drastis hingga minus -0,13%. Tren pelemahan industri TPT tentu bukan sinyal yang bagus dikarenakan posisi industri TPT yang strategis terhadap perekonomian indonesia.

Strategisnya posisi Industri TPT dapat dilihat dari porsi sharenya yang menyumbang rata-rata 8 persen per tahun (2011-2016) terhadap share PDB manufaktur non-migas. Selain itu Industi TPT juga menyumbang rata-rata 9 persen terhadap total ekspor non migas nasional. Ditambah sumbangan tenaga kerja terbesar yang pada tahun 2015 menyumbang 1,1 juta tenaga kerja atau 23% dari total pekerja yang bekerja di industri besar dan sedang. Semua  Kriteria industri TPT juga cocok dengan rencana pemerintah yang saat ini berencana menggenjot ekspor produk manufaktur untuk menopang pertumbuhan ekonomi di tahun 2018.

Merajut peluang

Pememberian insentif pajak untuk industri TPT patut diapreasi namun hal ini belum cuckup untuk membantu pelaku industri TPT untuk mengurai  benang kusut yang menghambat industri ini. Insentif pajak perlu dibarengi dengan revitalisasi industri ini. Apalagi di tahun 2018 industri ini juga harus bersiap menghadapi perjanjian perdagangan Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia-EU CEPA) yang memasukan industri ini sebagai salah satu industri yang mendapat previllege dari perjanjian ini. Oleh karenanya beberapa hal utama yang patut diperhatikan untuk menjadikan industri ini lebih kompetitif antara lain;

Pertama, revitilasi mesin-mesin tekstil yang sudah tua. Salah satu masalah klasik dari industri TPT ialah usia mesin yang sudah sangat tua. Peremajaan mesin industri bukanlah pekerjaan yang mudah, meski telah memulai proses peremajaan sejak tahun 2007 nyatanya 30 persen pabrik tekstil di Indonesia masih menggunakan mesin industri yang telah berusia diatas 25 tahun. Tantangan terberat dari peremajaan mesin ialah biaya yang tidak sedikit, apalagi jika pemerintah memberikan subsidi kepada perawatan mesin yang diperkirakan membutuhkan biaya hingga Rp400 miliar pertahun.

Kedua, biaya energi yang cukup mahal. Rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas bagi industri termasuk tekstil belum mengalami kemajuan. Harga gas yang diterima produsen tekstil masih berkisar diantara US$ 8,9-US$ 9,75 per MMBtu. Padahal, dengan memangkas biaya energi, yang merupakan salah satu komponen terbesar produk tekstil, harga produk tekstil Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global. Ditambah pada tahun ini industri hulu tekstil berpotensi terkena dampak perubahan formulasi tarif listrik non-subsidi yang direncanakan akan diterapkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.

Ketiga, mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten. Dengan semakin berkembanganya perkembangan teknologi digital, industri tekstil perlu mempersiapkan SDM yang dapat memanfaatkan teknologi digital di Industri ini seperti 3D printing, automation dan internet of thing. Langkah awal dalam mempersiapkan SDM yang kompeten bisa dimulai dengan meningkatkan mutu pendidikan vokasi di beberapa sekolah menengah kejuruan.

Keempat, mengawasi maraknya impor tekstil ilegal. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya pertumbuhan industri tekstil didalam negeri karena maraknya impor tekstil ilegal. Pada tahun 2017 jumlah impor ilegal mencapai 310.000 ton. Kedepan praktik ini diprediksi masih akan marak, apalagi jika kondisi perekonomian lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Kelima, mempercepat pembangunan pusat logistik. Salah satu kendala daya saing industri tekstil yaitu tingginya beban logistik yang harus ditanggung. Saat ini baru 8 dari target 23 kawasan industri yang telah beroperasi. Dengan semakin banyaknya pusat logistik, distribusi industri tekstil akan lebih tersebar dan tidak terpusat di pulau Jawa. Disamping itu, dengan semakin banyaknya pusat logistik produsen dapat menyampaikan barang pesanan dalam jangka waktu yang lebih cepat.

Tidak dapat dipungkiri Industri TPT merupakan salah satu industri penopang ekonomi Indonesia. Namun kurang kompetitifnya industri dalam lima tahun terakhir berakibat pada turunnya pamor Industri ini. Memasuki tahun 2018 industri TPT memiliki momentum baik seperti pertumbuhan industri yang positif di 2017 dan proyeksi perdagangan internasional yang lebih baik di 2018. Dengan menuntaskan masalah diatas, pemerintah dan pelaku industri dapat merajut peluang untuk pertumbuhan Industri TPT yang lebih baik.

 

 

Artikel ini ditulis Yusuf Rendy Manilet (Peneliti CORE) dan dimuat di kolom opini harian Investor Daily (01 Maret 2018)