Responsive image

Ekonomi Indonesia 2015: Tahun Penentu Arah

M.Ishak | Catatan | Friday, 14 November 2014

Pertumbuhan ekonomi tahun 2014, diperkirakan hanya sekitar 5,1%, lebih rendah dari target APBN-P sebesar 5,5%. Pilihan kebijakan fiskal yang kontraktif ditambah dengan kebijakan moneter yang relatif ketat, ikut berkontribusi pada perlambatan ekonom tahun ini. Kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga tinggi sejak kenaikan harga BBM 2013, telah mendorong suku bunga kredit meningkat hingga 12% sehingga memperlambat laju investasi. Kebijakan pelarangan ekspor mineral oleh Pemerintah, dari sisi demand, selain berdampak pada penurunan ekspor, juga berdampak pada melemahnya pertumbuhan fixed investment. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015, selain akibat secondary round effect kenaikan harga BBM, masih dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan global. Amerika Serikat diproyeksi akan tumbuh lebih baik dari tahun ini sekitar 3,3%. Meskipun demikian, sejumlah kekhwatiran terhadap sustainability pertumbuhan ekonomi negara tersebut masih ada seperti penguatan dollar yang terlalu tinggi belakangan ini. Berdasarkan konsensus pasar, penaikan Federal Fund Rate oleh the Fed diperkirakan akan berlangsung sebelum pertengahan 2015, lebih cepat dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Salah satu faktor yang akan mengerem laju pertumbuhan pertumbuhan ekonomi global adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan slowdown hingga 7,1%. Meskipun demikian, perekonomian global diperkirakan tetap akan kembali tumbuh lebih baik, sekitar 3,8%, dengan catatan proses pemulihan ekonomi di kawasan Eropa berlanjut.

Penyumbang utama pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2015, masih berasal dari  konsumsi swasta yang diperkirakan tumbuh moderat 5%. Pendapatan penduduk diperkirakan akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian nasional dan internasional. Selain itu, populasi penduduk yang tumbuh rata-rata 1,5% pertahun, ditambah dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang cenderung turun, merupakan bantalan (buffer) yang menjaga stabilitas pertumbuhan konsumsi swasta. Meskipun demikian, beberapa kebijakan inflatoir Pemerintah seperti penaikan harga BBM, penyesuaian tarif dasar listrik dan LPG, serta penaikan cukai rokok, akan menghambat laju pertumbuhan konsumsi masyarakat terutama kelas menengah bawah. 

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan tumbuh lebih baik dari tahun ini. Konsolidasi beberapa kementerian yang dirombak Pemerintah, diperkirakan akan sedikit memberikan tekanan pada belanja pemerintah setidaknya hingga semester pertama. Namun demikian, anggaran diperkirakan mengalami peningkatan pada APBN-2015, sejalan dengan upaya Presiden Jokowi untuk merealisasikan berbagai program ungulannya, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan proyek untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan membangun poros maritim. 

Ekspor diperkirakan hanya tumbuh marjinal di tahun 2015. Pasalnya, negara tujuan utama ekspor seperti Tiongkok, Jepang, dan Eropa masih mengalami perlambatan. Selain itu, beberapa harga komoditas yang menjadi andalan Indonesia, seperti mineral, batubara dan palm oil diproyeksikan menurun. Meskipun pelemahan rupiah terhadap dollar AS masih berlanjut hingga tahun depan, namun pengaruhnya tidak akan signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekspor. Kecuali jika Tim Kabinet melakukan kebijakan ekspor yang pro aktif dengan menyiapkan policy matrix yang menjelaskan komoditas apa, ke pasar mana dan dengan strategi pemasaran apa. Adapun tekanan impor terhadap neraca pembayaran sedikit berkurang akibat harga minyak mentah yang diperkirakan masih rendah setidaknya hingga semester pertama tahun depan.

Berbeda dengan kinerja ekspor, investasi diproyeksikan cukup optimis. Pertama, karena adanya optimisme terbentuknya pemerintahan baru. Apalagi berbagai lembaga internasional masih merekomendasikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling menarik untuk berinvestasi. Kedua, Presiden Jokowi-JK diproyeksikan akan memberikan tempat luas bagi investor asing untuk berinvestasi terutama pada infrastruktur strategis seperti listrik dan gas. Investasi akan didorong baik lewat infrastruktur publik maupun swasta.

Dengan pengetatan moneter yang kemungkinan besar akan dilakukan oleh The Fed di tahun 2015 dan juga kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir tahun ini, serta kenaikan harga LPG 3 kg dan tarif dasar listrik, inflasi tahun 2015 diprediksi akan mencapai 8-9%. Jika BI masih mengikuti pola kebijakannya selama ini, ditambah dengan target inflasi yang tidak berubah yakni 4,5+1%, BI rate diperkirakan dapat mencapai 9%. 

Jika Presiden Jokowi-JK dan tim kabinet dapat memanfaatkan membaiknya lingkungan eksternal dan peluang untuk memaksimalkan ekonomi domestik, maka menurut CORE, ekonomi Indonesia tahun 2015 berpotensi tumbuh 5,3-5,6%.