Responsive image

Refocusing Anggaran dan Percepat Vaksinasi

Eliza Mardian | Article | Thursday, 04 November 2021

Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia membuat keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit rujukan nasional terus meningkat. Bahkan 5 dari 6 provinsi di Pulau Jawa, BOR nya sudah diatas 80%. Selain itu, lebih dari 24 Kabupaten/Kota melaporkan bahwa keterisian ruang isolasi sudah diatas 90 persen, sedangkan BOR untuk ICU mendekati angka 100% (IDI, 2021). Lonjakan kasus yang semakin tidak terkendali ditengah keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia akan membuat fasilitas kesehatan diambang kolaps.  

 

Total kasus Covid-19 di Indonesia per 1 Juli 2021 mencapai 2,17 juta jiwa. Epidemiolog UI, Pandu Riono menyebutkan bahwa Indonesia sudah memasuki gelombang kedua dan tengah bersiap menuju puncaknya. Pembatasan mobilitas masyarakat, vaksinasi dan herd immunity merupakan cara untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19 (Jamaludin dkk,2020). 

 

Selain itu, kedisiplinan individu dalam menaati protokol kesehatan juga tidak kalah efektinya. Negara lain seperti Taiwan, Korea Selatan dan Swedia tidak melakukan pembatasan yang ketat untuk menekan laju penyebaran karena masyarakatnya memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam menaati protokol kesehatan. Masyarakatnya juga dilibatkan dan diberdayakan dalam pencegahan penyebaran virus.

 

Sementara di Indonesia, tingkat kepatuhan dalam menjalankan protokol kesehatan malah menujukkan penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Rendahnya tingkat disiplin ini membahayakan orang lain, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, lansia serta yang memilki penyakit penyerta. Oleh karena itu, pembatasan mobilitas masyarakat yang berskala besar terutama di pulau jawa dan mempercapat vaksinasi merupakan opsi yang harus ditempuh.

 

Sayangnya, opsi pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mendapat penolakan dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena membutuhkan anggaran yang relatif besar, yakni sekitar 550 miliar per hari untuk satu daerah. Padahal, anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) 2021 naik 0,6% dibandingkan PEN 2020. Realisasi PEN per 18 Juni 2021 pun baru mencapai 32,4% atau 226 Triliun rupiah dari Pagu 699 Triliun rupiah. Artinya, ruang fiskal pemerintah masih fleksibel untuk merespon kondisi darurat seperti pemberlakuan PSBB di daerah tertentu.

 

Selain itu, realisasi vaksinasi pun belum mencapai target.  Per 29 Juni 2021, cakupan vaksinasi tahap 1 sudah mencapai 71%, sementara tahap 2 hanya 33% dari target 40,3 juta jiwa. Upaya percepatan vaksinasi masih terkendala kekurangan tenaga medis dan merebaknya hoaks seputar vaksin. Hoaks ini sangat merugikan karena dapat menggerus tingkat kepercayaan masyarakat terhadap vaksin dan masyarakat menjadi enggan di vaksin.

 

Refocusing

 

Per 3 juli 2021 hingga dua pekan kedepan, pemerintah akan memberlakukan PPKM Mikro darurat yang mana lebih ketat dibandingkan PPKM Mikro. Banyaknya istilah yang dikeluarkan pemerintah ini dikhawatirkan membingungkan masyarakat. Alangkah bijaknya, jika pemerintah tidak menggunakan banyak istilah agar masyarakat mudah memahami maksud pemerintah.

 

Tahun lalu, pemerintah menerapkan skema PSBB yang mana lebih ketat dan bahkan lebih efektif dari PPKM Mikro. Pemerintah pun sebaiknya menggunakan skema PSBB yang diterapkan di daerah yang lonjakan kasusnya tinggi serta fasilitas kesehatannya diambang kolaps, semisal DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Lampung.

 

Adapun untuk daerah lainnya, PPKM Mikro dapat menjadi opsi dengan tetap tegas menaati protokol kesehatan dalam berbagai aktivitas. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu khawatir mengeluarkan banyak anggaran untuk membiayai PSBB, karena tidak semua daerah menerapakan itu. Anggaran perlindungan sosial dan insentif lainnya dapat difokuskan untuk daerah yang melakukan PSBB.

 

Sebagai informasi, anggaran perlindungan sosial pada tahun ini memang mengalami penurunan, hanya Rp 148 T. Padahal pada tahun 2020 mencapai Rp 230 T. Sementara itu, anggaran program prioritas  (padat karya kementerian/lembaga, food estate, pariwisata dan lainnya) justru mengalami kenaikan menjadi Rp 127,8 T dari Rp 67,8 T. Refocusing anggaran terutama pada kedua pos tersebut perlu segera dilakukan untuk merespon kondisi darurat. Belanja-belanja seperti pembangunan infrastruktur yang belum terlalu mendesak, dapat ditunda untuk sementara waktu.

 

Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan percepatan vaksinasi demi tercapainya kekebalan kelompok (herd immunity) pada akhir 2021 nanti. Keterbatasan tenaga medis dapat dilakukan dengan melibatkan relawan di daerah atau mahasiswa kedokteran, dokter gigi dan perawat yang telah dilatih untuk membantu percepatan vaksinasi. Hal serupa juga dilakukan di Inggris, dimana para mahasiswa di bidang kesehatan dilatih untuk mendukung vaksinasi massal.

 

Sedangkan untuk menepis kesimpangsiuran terkait hoaks vaksin dapat dilakukan dengan sosialisasi yang masif, repetitif dan disesuaikan dengan kearifan lokal. Vaksin yang ada saat ini memang tidak menjamin seseorang menjadi kebal terhadap virus Covid-19. Akan tetapi, dengan vaksinasi setidaknya dapat mengurangi tingkat keparahan dan kematian akibat Covid-19.

 

Dalam menghadapi ujian pandemi ini diperlukan kolaborasi serta kelapangan hati berbagai pihak dalam merespon berbagai situasi. Kesehatan harus tetap diprioritaskan. Saat kesehatan masyarakat sudah pulih, maka aktivitas perekonomian pun akan berangsur pulih.