Responsive image

Pemulihan Ekonomi Regional

AZHAR SYAHIDA | Article | Thursday, 20 May 2021

Hanya kita sendiri yang tahu, seberapa cepat kita akan pulih.

Memasuki kuartal II 2021, kian ramai dan seru diskusi pemulihan ekonomi. Lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban meyakinkan, kapan Indonesia membaik. Sayangnya, diskursus yang ramai itu, lebih banyak berpusat pada analisis struktur ekonomi nasional.

Belum ada perbincangan pemulihan per kawasan; daerah mana saja yang berpotensi kuat menghidupkan kembali dapur ekonomi nasional dan yang masih tertatih-tatih.

Dalam hal ini, pembahasan pemulihan ekonomi Indonesia berdasarkan kinerja spasial, dimungkinkan memperkaya perspektif baru dalam membaca potensi pemulihan dan pemilihan kebijakan yang tepat.

Untuk membaca potensi pemulihan ekonomi per kawasan, tentu yang perlu dipahami adalah karakter ekonomi masing-masing daerah. Penulis melihat, setidaknya ada tiga klasifikasi untuk mempermudah pemetaan pemulihan ekonomi daerah.

Untuk membaca potensi pemulihan ekonomi per kawasan, tentu yang perlu dipahami adalah karakter ekonomi masing-masing daerah.

Pertama, kawasan yang bergantung pada sektor komoditas. Hemat penulis, daerah-daerah yang bergantung pada komoditas sumber daya alam, seperti kelapa sawit, nikel, dan batu bara memiliki potensi pemulihan ekonomi lebih cepat.

Misalnya, Provinsi Riau, yang sangat bergantung pada komoditas kelapa sawit. Riau, pada triwulan I 2021, tumbuh 0,41 persen secara tahunan. Sebagai catatan, periode 2010-2019, struktur ekonomi Provinsi Riau didominasi sektor primer, mencapai 49,6 persen.

Pemulihan ekonomi yang lebih cepat bagi daerah yang bergantung pada komoditas disebabkan tren harga komoditas yang terus naik signifikan. Misalnya kelapa sawit, per April 2021 mencapai  1.074 dolar AS per metrik ton.

Harga ini, bahkan, menjadi yang tertinggi sejak April 2012. Malah, tren kenaikan harga komoditas yang begitu pesat disebut-sebut akan mengulang sejarah supercycle yang terjadi awal 2000.

 

Sungguh begitu, daerah yang bergantung pada sumber daya alam, meskipun pulih lebih cepat, pemulihannya hanya bersifat ilusi, sementara, dan rentan jatuh kembali. Ketika harga komoditas lesu, pertumbuhan ekonomi daerah ini akan cepat jatuh. 

 

Maka itu, karakter utama daerah yang menggantungkan roda ekonomi pada sumber daya alam, sangat terikat dunia luar.

Inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonominya cenderung fluktuatif; bergantung pada situasi pasar global.

Kedua, tak berbeda jauh dengan daerah yang bergantung pada komoditas ekstraktif, daerah yang mengandalkan sektor jasa pariwisata pun demikian. Bali, contoh paling sederhana, yang hingga triwulan I 2021, pertumbuhan ekonominya masih terjungkal di angka -9,85 persen.

Kawasan seperti Pulau Dewata, yang mengandalkan pariwisata, tentu bergantung pada seberapa cepat penanganan pandemi, yang bersimpul pada kesadaran masyarakat, kesiapan institusi kesehatan, profesionalitas penyelenggara jasa pariwisata, dan proses vaksinasi.

Kabar baiknya, Bali menjadi salah satu daerah yang proses vaksinasinya lancar dan cepat. Pusat-pusat hiburan perlu menerapkan protokol kesehatan secara profesional.

Tentu, yang kita lihat di Selandia Baru dan Inggris, bagaimana sebuah konser besar berhasil diselenggarakan tanpa protokol kesehatan adalah hadiah atas keberhasilan penanganan pandemi.

Kendati demikian, nilai Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia, indeks yang menilai kinerja industri manufaktur, terus mengalami ekspansi pada tiga bulan pertama 2021.

Ketiga, daerah yang bergantung pada sektor manufaktur, cenderung lambat pulih. Ini karena proses pemulihan industri manufaktur bergantung banyak hal termasuk permintaan, suplai bahan baku, rantai logistik, dan penanganan pandemi.

Umumnya, daerah-daerah ini adalah provinsi di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah, yang keduanya masih terkontraksi pada triwulan I 2020 (yoy), masing-masing -0,83 persen dan -0,87 persen.

Kendati demikian, nilai Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia, indeks yang menilai kinerja industri manufaktur, terus mengalami ekspansi pada tiga bulan pertama 2021. Bahkan, pada April 2021, di level 54.6 atau menjadi yang tertinggi, paling tidak sejak Januari 2015.

Di samping tiga klasifikasi tersebut, dalam konteks membicarakan prospek pemulihan ekonomi nasional, tentu perlu juga dilihat mana daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dan, termasuk kelompok mana daerah tersebut, apakah daerah yang bergantung pada komoditas, pariwisata, atau yang kuat di industri manufakturnya.

Kebijakan strategis harus diambil dengan matang dan terukur, sesuai karakter dan struktur ekonomi masing-masing.

Dengan memiliki peta seperti ini, kita mengharapkan peran kepemimpinan yang solid dari masing-masing pemda untuk menyadari daerahnya, sangat menentukan pemulihan ekonomi nasional.

Kebijakan strategis harus diambil dengan matang dan terukur, sesuai karakter dan struktur ekonomi masing-masing. Jelas saja, setiap daerah akan berbeda strategi dan teknis kebijakannya.

Terakhir, sebagai sebuah refleksi, kita telah memasuki setahun lebih gelombang sampar. Banyak negara berhasil menanggulanginya, tetapi juga banyak yang masih berjuang menghadapi gelombang kedua, bahkan ketiga.

Pun, kita sangat paham, masyarakat sudah berada pada fase pandemic fatigue: rasa jenuh dan lelah karena ketidakpastian kapan pandemi berakhir. Karena itu, secara psikologis, masyarakat cenderung abai terhadap protokol kesehatan. Maka kemudian, sebetulnya, hanya kita sendiri yang tahu, seberapa cepat kita akan pulih.