Responsive image

Porsi SBN rupiah dominan tahun depan untuk mitigasi risiko

Kontan | Feature | Friday, 20 December 2019

Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun depan masih akan didominasi oleh SBN berdenominasi rupiah ketimbang valuta asing (valas). Kebijakan tersebut dinilai sebagai langkah antisipasi menghadapi ketidakpastian dan volatilitas pada pasar keuangan secara global yang masih besar di 2020. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman dalam pertemuan investor hari ini, Senin (16/12), mengungkapkan rencana penerbitan SBN secara bruto mencapai Rp 735,52 triliun tahun depan.

Sebanyak 84% dari penerbitan tersebut rencananya dalam bentuk SBN domestik berdenominasi rupiah, sementara sekitar 16% untuk penerbitan SBN valas. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, kebijakan pemerintah menerbitkan SBN rupiah dalam porsi yang lebih besar sejalan dengan upaya mitigasi risiko nilai tukar di tahun depan.

Pasalnya, Josua memproyeksi kondisi perekonomian global belum akan mengalami perbaikan yang signifikan pada tahun depan. “Pemerintah belajar dari pengalaman tahun 2018 di mana volatilitas sangat tinggi di semester kedua. Tambah lagi tahun depan, ada sumber ketidakpastian besar dari pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS),” tutur Josua saat dihubungi, Senin (16/12).


Senada,  Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memandang, kebijakan dominasi SBN rupiah pada penerbitan surat utang sudah ditempuh pemerintah beberapa tahun terakhir dalam rangka mengantisipasi potensi risiko.  Kendati porsi penerbitan SBN rupiah lebih besar, Rendy mengingatkan, kepemilikan investor asing pada surat utang domestik juga besar yaitu sekitar 38%.  “Kalau SBN lebih banyak terbit dalam mata uang asing, maka ketika ada sedikit saja gejolak global, dampaknya akan sangat besar ke pasar keuangan dalam negeri, terutama pada nilai tukar rupiah. Ini yang dihindari pemerintah sepertinya,” kata Rendy, Senin (16/12).

Oleh karena itu, penerbitan SBN rupiah yang lebih besar porsinya dinilai cukup tepat dan bijaksana. Meski perang dagang AS dan China yang menjadi sumber ketidakpastian terbesar mulai menunjukkan arah positif, ia menilai perubahan di pasar keuangan tahun depan masih bisa sangat cepat terjadi di tengah tren perlambatan ekonomi.

Toh, SBN rupiah menurut Rendy masih dianggap sangat atraktif oleh para investor lantaran menawarkan tingkat imbal hasil relatif lebih tinggi ketimbang surat utang domestik negara tetangga lainnya. “Jadi meski porsi SBN rupiah lebih besar, semestinya tidak akan mengurangi antusiasme investor dalam berburu SBN tahun depan,” sambungnya.


Sumber: Kontan