Responsive image

CMD #18 Menakar Alternatif Kebijakan Fiskal Untuk Menahan Perlambatan Ekonomi

Admin CORE Indonesia | CORE Media Discussion | Wednesday, 30 March 2016

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia kembali mengadakan CORE Media Discussion (CMD) pada hari selasa,  29 Maret 2016. CMD kali mengangkat tema “Menakar Alternatif Kebijakan Fiskal Untuk Menahan Perlambatan Ekonomi” dengan pembicara Akhmad Akbar Susamto (Ekonom CORE Indonesia) dan Adhamaski Pangeran (peneliti CORE Indonesia) serta dimoderatori Mohammad Faisal (Direktur Penelitian CORE Indonesia).

Realisasi penerimaan pajak hingga bulan Februari 2016 baru mencapai Rp 122,4 triliun atau sekitar sembilan persen dari target yang ditetapkan dalam APBN. Padahal, idealnya hingga akhir Maret 2016, realisasi penerimaan pajak dapat mencapai Rp 340 triliun atau 25 persen dari target total sebesar Rp 1.360 triliun. Dengan sisa waktu tinggal beberapa hari, tampaknya berat bagi pemerintah untuk mengejar kekurangan Rp 217,6 triliun.

Dengan rendahhnya realisasi penerimaan perpajakan pemerintah kemudian melakukan berbagai upaya salah satunya dengan berharap pada program Tax Amnesty. Pengalaman menunjukkan bahwa kebijakan tax amnesty tak selalu berjalan efektif. Diantara alasannya ketidakadaan basis data perpajakan yang lengkap yang membuka kemungkinan petugas pajak untuk mendeteksi kekayaan yang tak dilaporkan. Pengemplang pajak pun tak merasa perlu khawatir akan tertangkap. Terlebih, kekayaan yang tak dilaporkan pada umumnya berada di luar negeri sehingga benar-benar jauh dari jangkauan petugas pajak.

Dengan segala tantangan yang dihadapi pemerintah dalam pemberlakuan tax amnesty ada baiknya jika pemerintah tidak terlaku fokus pada program tax amnesty semata namun juga fokus pada menjaga momentum fiskal dengan cara mempersiapkan revisi APBN.

Lemahnya realisasi pendapat pajak pada dua bulan terakhir membuat defisit anggaran diprediksi semakin melebar. Namun disaat ekonomi domestik dan global belum sepenuhnya pulih, pemotongan anggaran bukanlah jalan terbaik. Menurut peneliti CORE Indonesia, Adhamaski Pangeran, ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan untuk membiayai defisit anggaran. Pertama, penerbitan obligasi. Ditengah angin investasi yang mengarah ke negara emerging market pemerintah perlu menerbitkan obligasi dengan tenor jangka pendek untuk membiayai anggaran hal ini dilakukan karena porsi obligasi pemerintah dengn tenor 1-3 tahun masih di angka 14,3% dari total obligasi Indonesia. Masih lebih kecil jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia lainnya yang sudah mencapai 20%, menurut Adham, ruang untuk penerbitan obligasi jangka pendek masih sangat besar. Dengan terbitnya obligasi bertenor jangka pendek diharapkan imbal hasil dapat turun dan pasar obligasi Indonesia menjadi lebih berkembang.

Kedua, melakukan reformasi belanja, baik dari sisi efektivitas maupun efisiensi. Dengan syarat tidak mencederai tujuan pembangunan nasional. Setelah dua upaya diatas, upaya terakhir yang dapat dilakukan pemerintah ialah dengan membuka kemungkinan pelebaran defisit anggaran. Tentunya pelebaran ini defisit ini tetap dilakukan secara hati-hati agar negara tetap memiliki penyangga fiskal yang kuat. Acuan lain yang juga perlu diperhatikan ialah indikator ketahanan fiskal Indonesia dalam jangka pendek (primary gap) yang memperhitungkan berapa suku bunga riil, pertumbuhan ekonomi riil, jumlah utang baru, juga keseimbangan primer pada anggaran fiskal. Berdasarkan perhitungan CORE, ketahanan fiskal Indonesia dalam jangka pendek masih berada pada zona aman. Artinya, masih terdapat ruang fiskal untuk meningkatkan belanja tanpa memperburuk ketahanan fiskal.

Pelebaran defisit anggaran tentunya harus dikelola dan diarahkan untuk mendorong aktivitas ekonomi. Karena saat ini defisit anggaran masih diberlakukan untuk membangun infrastruktur, maka yang harus digenjot oleh Pemerintah adalah potensi peningkatan pendapatan pajak di masa depan, ketika infrastruktur yang dibangun telah beroperasi.