Responsive image

CMD #16 Upaya Reindustrialisasi di Era Jokowi

Admin CORE Indonesia | CORE Media Discussion | Wednesday, 06 May 2015

CORE Indonesia telah berhasil mengadakan CORE Media Discussion bertemakan "Upaya Reindustrialisasi di Era Jokowi: Menakar Insentif Pajak dan Sistem Pengupahan" yang di selenggarakan pada hari Selasa, 5 Mei 2015. Diskusi ini dibawakan oleh Mohammad Faisal, Ph.D (Direktur Riset CORE Indonesia) dan Akhmad Akbar Susamto, Ph.D (Ekonom CORE Indonesia).

Dalam paparan keduanya, perlambatan ekonomi pada triwulan I 2015 harus disikapi sebagai warning bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan dan memperkuat konsolidasi secara internal untuk mencegah berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-kuartal berikutnya. Salah satu agenda mendesak yang perlu dilakukan adalah mendongkrak kinerja dan mempercepat peningkatan daya saing industri.

Upaya pemberian insentif tax allowance melalui PP No.18/2015 pada kenyataannya tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh para investor. Kalaupun ada yang mengajukan permohonan, jumlah penerimanya sangat minim, dan itu pun didominasi oleh Penanaman Modal Asing.Di sisi lain, sejatinya yang dibutuhkan investor bukan hanya insentif dari sisi fiskal yang itu terletak pada hilir sebuah proses investasi. Masalah yang dihadapi para investor justru berada pada bagian hulu dan tengah kegiatan investasi seperti proses perizinan yang prosedurnya rumit dan waktunya lebih lama jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga; ketersediaan bahan baku yang murah dan supply yang stabil seperti energi gas dan listrik, sewa lahan. Minimnya proteksi perdagangan sebagaimana yang dikeluhkan oleh industri baja nasional, juga merupakan salah satu disinsentif investasi di negeri ini.

Dari sisi sitem pengupahan, peningkatan upah upah selama ini lebih banyak didorong oleh faktor inflasi dan politik dibandingkan dengan aspek produktivitas. Oleh karenanya, pengendalian inflasi sangat krusial dalam menjaga daya beli dan meredam peningkatan pertumbuhan upah buruh, sehingga pada gilirannya dapat mendukung peningkatan daya saing industri.

Dalam kondisi dimana inflasi tahunan relatif tinggi, rencana pemerintah menentukan KHL setiap lima tahun akan sangat mungkin menjadi tidak terlalu efektif karena tekanan buruh untuk menaikkan upah minimum setiap tahun akan tetap tinggi. Akibatnya, KHL yang semestinya menjadi rujukan pkenentuan upah minimum akan menjadi semakin tidak selaras satu sama lain. Padahal, pada Februari 2015 saja, setidaknya ada 11 provinsi yang masih menetapkan UMP di bawah KHL.

Terkait dengan produktivitas dan daya saing industri, kualitas tenaga kerja perlu mendapatkan perhatian lebih serius oleh Pemerintah.